NILAI-NILAI KEBAHASAAN DALAM SASTRA INDONESIA



NILAI-NILAI KEBAHASAAN DALAM SASTRA INDONESIA
Makalah ini di buat memenuhi tugas
Dosen Pengampu    :  Ust.Muhasibi Ichsan, M.pd.






Disusun Oleh :
Rahma Septian/HI-1/3820175110284


Materi : Pengantar Bahasa Indonesia

PROGRAM HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS HUMANIORA
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
2017











BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar belakang masalah
            Bahasa merupakan sebuah simbol yang keluar dari vokal manusia,bisa dipahami oleh manusia lain dan biasa digunakan untuk berkomunikasi,bekerjasama atau mengidentifikasi diri atau saling mengenal Bahasa merupakan alat yang selalu dipakai oleh manusia.manusia tidak bisa melepaskan atau meninggalkan bahasa dari kehidupannya. bahasa digunakan oleh manusia untuk berhubungan dengan manusia yang lain.menyampaikan pesan, berjanji, berbicara, dan lain sebagainya.
            Bahasa indonesia adalah bahasa yang resmi di negara kita dan sebagai bahasa pemersatu bangsa indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku. bahasa indonesia merupakan anak bahasa dari bahasa meelayu.
            Dari zaman ke zaman seiring berjalannya waktu bahasa terus mengalami perkembangan. begitupun dengan sastra. dimana bahasa mulai berkembang menjadi suatu seni. menjadi suatu bacaan yang memiliki suatu nilai keindahan tapi sarat akan makna.
           
2.1. Rumusan Masalah.
 Dapat saya simpulkan beberapa rumusan masalah dalam makalah ini:
1. Apa itu bahasa indonesia?
2. Bagaimna penjelasan singkat dari sastra indonesia?
3. Bagaimana perkembangan sastra indonesia ?
4. Apa saja nilai-nilai yang terkandung didaklam sastra indonesia ?









BAB II
PEMBAHASAN
1.2. SASTRA INDONESIA

Bahasa indonesia adalah turunan dari bahasa melayu yg dijadikan bahasa resmi republik indonesia dan bahasa persatuan bangsa indonesia. pertamakali bahasa indonesia diikrarkan sebagai bahasa persatuan bangsa indonesia yakni ketika peristwa kongres sumpah pemuda ke-2,28 oktober 1928. tetapi, secara hukum bahasa indonesia diresmikan penggunaannya setelah kemerdekaan indonesia 18 agustus 1945, tepatnya sehari sesudahnya bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. di timur leste, bahasa indonesia beersetatus sebagai bahasa kerja.
Dan dipandang dari sudut pandang linguistik, bahasa indonesia adalah salahsatu bahasa dari banyak ragam bahasa melayu, riau (wilayah kepulawan riau sekarang) dari abad ke-19 dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di lingkunan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. hingga saat ini, bahasa indonesia merupakan bahasa yang hidup yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa asing.
Pengertian Umum:
            Sastra (sansekerta:shastra) merupakaan kata serapan dari bahasa sansekerta ‘sastra’ yang berarti “instruksi”atau”ajaran” dan ‘tra’yang berarti “alat’atau “sarana”.dalam bahasa indonesia kata ini digunakan untuk mmerujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki aarti atau keindahan tertentu.hal yang mungkin aga bias adalah pemakayan istilah sastra dan sastrawi.segmentasi sastra lebih mengacu sesuai depinisiya sebagai sekedar teks.sedang sastrawi labih mengarah kepada sasttra yg kental nuansa puitis attau abstraknya.istlah sastrawan adalah satu contohnya orang yang menggeluti sastrawi,bukan sastra.
            Selain itu dalam kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Disini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengespreksikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
            Berdasarkan bentuknya sastra dibagi menjadi tiga yaitu prosa, puisi dan drama, prosa adalah karya yang tidak terkait sedangkan puisi adalah karya yang terkait dengan kaidah dan aturan tertentu. contoh karya sastra puisi yaitu puisi, pantun, dan syair sedangkan contoh karya sastra prosa yaitu novel, cerita/cerpen, dan derama.
Pengertian Prosa Menurut Para Ahli:
          1. Marsal Esten (1978:9)
          Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan)
     2. Semi (1988:80)
          Sastra.adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatip yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
         3. Pajuti Sudjiman (1986:68)
          Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorsinilan, kereatistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapannya.
          4. Ahmad Badrun (1983:16)
                      Kesusastraan adalah kegiatan seni mempergunakan bahasa dari garis simbol-simbol lain sebagai alat, dan bersifat imajinatip.
5. Engleton (1988:4)
           
            sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa yang didapatkan, didalamkan, dibelitkann, dipanjang tipiskan dan diterbalikan, dijadikan ganjil.

2.2.  UNSUR DAN NILAI-NILAI DALAM SASTRA
 A.Unsur Unsur Sastra.
            Karya sastra mempunyai unsur pembangun,yaitu:
1.Unsur ekstrinsik.
Unsur ekstrinsik adalah unsur pembentuk karya sastra diluar  karya sastra meliputi: latar belakang kehidupan penulis, keyakinan dan pandangan hidup penulis, adat istiadat yang berlaku pada saat itu, situasi politik (persoalan sejarah), ekonomi, dan lain sebaginya. unsur unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang brada diluar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. secara lebih khusus lagi ia dapat dikatakan sebagai unsur-usur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, tetapi tida menjadi bagian di dalamnya. walaupun demikian, unsur  ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkannya. pemahaman unsur ekstrinsik suatu karya sastra, bagaimanapun, akan membantu dalam hal pemahaman makna karya itu mengingat bahwa karya sastra tak muncul dari situasi kekosongan budaya. bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi mungkin bersipat langsung atau tidak langsung.

2.Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, meliputi:
·  Tema
       Pokok persoalan dalam cerita.setiap cerita mempunyai satu tema walau cerita itu sangat panjang.
·  Amanat
      Yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. pesan dalam karya sastra bisa berupa kritik, harapan, usul, dan sebagainya.
·  Karakter/perwatakan
      Tokoh dalam cerita. karakter dapat berupakan manusia, tumbuhhan, maupun benda.
Catatan; karakter pembantu biasanya adalah karakter statis karena tidak digambarkan secara detail oleh penulis sehingga perubahan keperibadian dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.
Karakterisasi:
            Cara penulis menggambarkan karakter. ada banyak cara untuk menggali penggambaran karakter, secara garis besar karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu secar a naratif dan normatif. teknik naratif berarti karaktrisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis atau narator.
Konflik:
Konflik adalah pergumulan yang dialami oleh karakter dalam cerita dan konflikm ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya membentuk plot.

Seting/latar
Keterangan tempat, waktu dan suassana cerita.
Plot/alur
Jalan cerita dari awal sampai selesai. alur adalah rangkayan cerita yang disusun secara runtut. alur cerita biasanya dibangun oleh perkenalan, pertikaian, klimaks, peleraian, dan akhir cerita. alur maju mundur maju srtinya dimulai dari waktu dulu sampai sekarang. sedangkan alur mundur adalah kebalikannya
a. Eksposisi: penjelasan awal mengenai karakter dan latarbagian  cerita  yng mulai memunculkan konflik/permasalahan.
b.Klimaks:puncak konflik/ketegangan
c.Falling action: penyelesayan.

Simbol:
            Simbol digunakan untuk mewakili sesuatu yang abstrak. Contoh: burung gagak (kematian)

Sudut pandang:
            Sudut pandang yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya.
1. orang pertama: penulis berlaku sebagai karakter utama cerita, ini ditandai dengan penggunaan kata “aku”. penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak mengetahui segala hal yang diungkapkan oleh sang narator.

2. Orang kedua: teknik yang banyak menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘anda’ teknik ini jarang dipakai karna memaksa pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.

3. Orang ketiga: cerita dikisahkan menggunakan kata ganti orang ketiga,seperti:mereka dan dia.

Teknik penggunaan bahasa:
            Dalam menggunakan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada pembaca. selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat tulisan menjadi indah dan mudah di kenang teknik berbahasa ini misalnya: penggunaan majas,  dan peribahasa.










BAB III

1.3. NILAI- NILAI SASTRA
            Dengan membaca karya sastra, kita akan memperoleh “sesuatu” yang dapat memperkaya wawasan dan/atau meningkatkan harkat hidup. dengan kata lain, dalam karya sastra ada sesuatu yang bermanpaat bagi kehidupan.
karya sastra yang baik senantiasa mengandung nilai (value). Nilai itu dikemas dalam bentuk struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan amanat atau di dalam larik, kuplet, rima, dan irama. nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Nilai hedonik (hedonic value),yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca.

b. Nilai artistik (artistic value), yaitu nilai yang dapat memanifestasikan suatu seni atau keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan;

c. Nilai kultural (cultural value), yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan;

d. Nilai etis,moral,agama (ethical,moral,religious value), yaitu nilai yang dapat diberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral agama;

e. Nilai praktis (practical value), yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari;

f. Nilai sosial (social value), kaitannya dengan hubungan antar manusia;

g. Nilai psikologi : kaitannya dengan kejiwaan/psikologi/batin manusia;

h. Nilai filosofis: kaitannya dengan filsapat dalam kehidupan manusia;

i. Nilai historia: (kesejarahan) kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sejarah;

j. Nilai pendidikan (edukatif value), kaitannya berhubugan dengan prilaku baik, dewasa, bermanfaat, dapat menilai baik dan buruk;

k. Nilai hukum:kaitannya dengan hukum.

l. Nilai ekonomi (economic value), kaitannya dengan perdagangan, status ekonomi, dan permasalahan ekonomi masyarakat.

2.3. Konsep Nilai:
 Berdasarkan dan Melalui rumusan nilai yang telah diungkapkan para ahli dapat dipahami bahwa nilai merupakan sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik dan buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.

3.3. Nilai Kultural dalam Sastra
Sebagai kompleksitas nilai, kebudayaan memuat bermacam-macam jenis nilai. Kebudayaan sebagai kompleksitas nilai oleh Bakker (1984:37) disebut kebudayaan subjektif. Kebudayaan subjektif yaitu kebudayaan aspiratif dan fundamental yang ada pada diri manusia yang berupa nilai batiniah, misalnya: kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Selanjutnya nilai-nilai itu tampak dalam wujud: kesehatan jasmani, kehalusan perasaan, kecerdasan budi, dan kecakapan menggomunikasikan hasil pemakaian budi dan kekayaan rohani yang membuat manusia menjadi bijak. Kongkritisasi dari kekayaan itu berupa keterampilan, kecekatan, keadilan, kedermawanan, kemampuan menghalau nurani manusia, dan fungsi-fungsi lainnya. Kebudayaan batin ini juga berupa kesempurnaan batin. Kebudayaan subjektif juga berupa idealisme, nilai dan emosi yang cenderung transenden (Bakker, 1984:24). Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kebudayaan subjektif berupa nilai yang membimbing manusia mencapai hidup yang sempurna. Sempurna yang dimaksud adalah kesempurnaan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan, baik dimensi religius, sosial maupun pribadi manusia.
            Kebudayaan yang berupa nilai-nilai yang membimbing manusia untuk mencapai kesempurnaan batin itu biasanya berupa pikiran dan budi manusia  yang baik. Pikiran dan budi manusia yang baik itu selanjutnya menjadi prinsip yang melandasi tindak hidup manusia, sehingga manusia dewasa dan bersifat luhur. Nilai yang berharga yang berkaitan dengan pikiran dan budi baik manusia, dan menjadi prinsip dan melandasi tindak hidup manusia sehingga manusia dewasa dan bersifat luhur disebut nilai kultural.
    Keberagaman nilai yang ada dalam budaya atau kultur manusia, berdasarkan arah tujuan dan fungsi nilai bagi kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) nilai hidup ketuhanan manusia, (2) nilai sosial kehidupan manusia, dan (3) nilai kehidupan pribadi manusia (Amir, dalam Sukatman 1992:15).
    Sastra dan tata nilai kehidupan sebagai fenomena sosial saling berkaitan. Dalam mencipta sastra, sastrawan memanfaatkan nilai kehidupan yang ada di dunianya. Pada gilirannya, hasil cipta sastra itu akan menyampaikan nilai-nilai yang termuat kepada masyarakat penikmat, sehingga sastra tersebut bisa mempengaruhi pola pikir pembaca sastra. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa di dalam sastra terdapat nilai kehidupan (Wellek dan Warren, 1989).
    Berbagai jenis nilai sastra secara garis besar akan dibahas pada bagian berikut, terutama yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Pembahasan nilai kehidupan dalam sastra selanjutnya akan membahas nilai religiusitas, nilai sosial, dan nilai kepribadian (nilai-nilai kultural).
A.  Nilai Religiusitas (keagamaan) dalam Sastra
            Nilai religiusitas adalah nilai yang mendasari dan menuntun tindakan hidup ketuhanan manusia, dalam mempertahankan dan mengembangkan ketuhanan manusia dengan cara dan tujuan yang benar. Istilah religiusitas, pengertiannya berbeda dengan agama (religi). Religiusitas lebih menunjuk pada aspek yang ada dalam lubuk hati manusia, riak getaran hati pribadi manusia, sikap personal yang bersifat misteri bagi orang lain, karena menafaskan intimitas jiwa. Religiusitas memperlihatkan nafas intensitas jiwa, yaitu cita rasa yang merupakan kesatuan rasio dan rasa manusiawi ke dalam pribadi manusia (Mangunwijaya, 1988:12). Kesatuan rasa dan rasio itu selanjutnya dipakai manusia untuk berhubungan dengan Tuhan. Sedangkan agama (religi) lebih menunjuk pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dan kepada “dunia atas” dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab dan sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan.
Sastra sering memuat nilai-nilai religiusitas. Hal demikian terjadi karena pada awalnya semua sastra adalah religius (Mangunwijaya, 1988:11). Artinya, semula sastra lahir untuk acara-acara kebaktian manusia kepada Tuhan, sehingga sastra hadir bersamaan dengan upacara keagamaan tertentu. Melalui sastra manusia ingin mendekat dan menyatu dengan Tuhan lewat seni (unio mistico). Oleh sebab itu, seperti dikatakan oleh Wellek dan Werren (1989:109), sastra memuat norma kehidupan masyarakat, nilai religiusitas, tradisi dan mitos, terutama dalam sastra masyarakat primitif. Karena itu muncullah istilah sastra religius karena dalam sastra memang sering terdapat nilai religius.
Adanya nilai religiusitas dalam sastra merupakan akibat logis dari kenyataan bahwa sastra lahir dari pengarang yang merupakan pelaku dan pengamat kehidupan manusia. Oleh sebab itu, hal yang ditulis sastrawan juga berkisar pada masalah kehidupan manusia. Unger menjelaskan bahwa masalah yang dibahas dalam sastra mencakup: (1) masalah keagamaan, berupa interpretasi tentang Tuhan, dosa dan keselamatan, (2) masalah nasib manusia yang berhubungan dengan kebebasan dan keterpaksaan dan semangat manusia, (3) masalah alam, yang berupa minat terhadap alam, mitos dan ilmu gaib, (4) masalah manusia yang berupa konsep manusia, hubungan manusia dengan konsep kematian dan konsep cinta, dan (5) masalah masyarakat, keluarga dan negara (Wellek Warren, 1989:141-142). Oleh sebab itu, sastra sering memuat nilai-nilai kehidupan yang ideal, karena yang dibahas pengarang adalah masalah kehidupan sosial. Karena muatan nilai-nilai itu selanjutnya sastra mampu menciptakan kembali keseluruhan hidup yang dihayati, kehidupan emosi, kehidupan budi baik individu maupun sosial (Teeuw, 1984:237). Glock dan Stark (dalam Ancok, 2002:14-15) menyatakan bahwa konsep religiusitas mempunyai dimensi sebagai berikut:
1) Keterlibatan Ritual (ritual involvement), yaitu tingkatan sejauh mana  orang mengerjakan ritual di dalam agama mereka. Seperti sholat, puasa, membayar zakat, pergi ke gereja dan kegiatan ritual lainnya.
2) Keterlibatan Ideologi (ideological involvement), yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam agama mereka masing-masing. Misalnya apakah seseorang yang beragama percaya pada adanya malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan lain sebagainya yang sifatnya dogmatik.
3) Keterlibatan Intelektual (intelectual involvement), yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya, seberapa jauh aktivitasnya di dalam menambah pengetahuan agamanya. Apakah dia mengikuti pengajian, membaca buku-buku agama, menghadiri sekolah minggu bagi yang beragama Kristen, dan lain sebagainya.
4) Keterlibatan Eksperiential (experiental involvement), yaitu dimensi yang berisikan pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya, apakah seseorang merasa doanya pernah dikabulkan Tuhan, apakah dia pernah merasakan jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain sebagainya.
5) Keterlibatan Konsekuential (consequential involvement), yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasikan oleh ajaran agamanya. Apakah itu menerapkan ajaranya di dalam kehidupan sosial. Misalnya, apakah dia pergi mengunjungi tetangganya yang sakit, mendermakan sebagian harta kekayaannya untuk kepentingan fakir miskin, menyumbangkan uangnya untuk membangun rumah yatim piatu, dan lain sebagainya.
         
            Nilai religiusitas banyak terdapat dalam sastra Indonesia, baik sastra Indonesia modern maupun sastra daerah. Dalam khasanah sastra Indonesia modern, nilai religiusitas bisa ditemukan dalam sajak-sajak Amir Hamzah, Sapardi Djoko Damono, K.H. Mustofa Bisri, dan Emha Ainun Nadjib banyak ditemukan nilai religiusitas untuk materi Puisi. Amir Hamzah misalnya, merasakan kedekatan dengan Tuhannya sehingga menyebut Tuhan dengan “kekasih” seperti dalam puisi “Doa”. Dalam prosa, cerpen “Godlob” misalnya, Danarto banyak memuat pandangan mistik Jawa-Hindu dengan menggambarkan “perempuan yang hamil Tuhan” sebuah simbol kesatuan hamba dengan Tuhan, yang merupakan pandangan pantheisme. Dalam karya-karyanya Habiburrahman El-Shirazi seperti Ayat-Ayat Cinta, Dalam Mihrab Cinta, dan Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2 banyak memuat nilai-nilai religiusitas. Pada novel Laskar Pelangi ditemukan nilai religiusitas seperti keimanan, ketaqwaan, dan tawakal.
            Dalam khasanah sastra daerah telah banyak ditemukan kajian-kajian yang mengandung nilai religiusitas. Sikki dkk. (1991) mengemukakan bahwa dalam sastra Sulawesi Selatan terdapat nilai religiusitas yang berupa pengakuan adanya Tuhan dan kekuasaan Tuhan atas alam semesta ini. Hal serupa juga ditemukan oleh Suwondo dkk. (1994) dalam khasanah sastra Jawa. Nilai religiusitas yang terdapat dalam budaya sastra Jawa meliputi keimantauhidan manusia terhadap Tuhan, keteringatan manusia terhadap Tuhan, ketaatan manusia terhadap firman Tuhan, dan kepasrahan manusia terhadap kekuasaan Tuhan. Nilai religiusitas juga ditemukan oleh Djamaris dkk. (1996) dalam khasanah sastra Kalimantan. Nilai religiusitas tersebut meliputi, percaya kepada Tuhan, percaya pada takdir, suka berdoa, suka bertobat, bersyukur, dan tabah. Nilai religiusitas juga ditemukan oleh Djamaries dkk. (1993) dalam khasanah sastra Sumatra, nilai religiusitas tersebut meliputi tawakal, suka berdoa, menyerah kepada takdir, dan lain sebagainya. Nilai religiusitas juga ditemukan dalam folklor Indonesia yang dalam hal ini adalah Peribahasa Indonesia. Dalam peribahasa Indonesia ditemukan nilai-nilai religiusitas yang berupa pengakuan keesaan Tuhan, pengakuan kekuasaan Tuhan, kebaktian manusia kepada Tuhan, dan faham hidup moderat (Sukatman 1992). Temuan-temuan di atas secara umum menyatakan bahwa dalam sastra daerah Indonesia terdapat nilai religiusitas, yang berupa pengakuan adanya Tuhan, pengakuan kekuasaan Tuhan, keterikatan dan kedekatan manusia dengan Tuhan, serta kebaktian manusia kepada Tuhan.
B. Nilai Sosial dalam Sastra;
            Nilai sosial adalah nilai yang mendasari, menuntun dan menjadi tujuan tindakan dan hidup sosial manusia dalam melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidup sosial manusia (Amir, dalam Sukatman, 1992:26). Nilai sosial merupakan norma yang mengatur hubungan manusia dalam hidup berkelompok. Norma sosial itu merupakan kaidah hubungan antar manusia, yang menurut Goeman (dalam Sukatman, 1992:27) merupakan kaidah yang melandasi manusia untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografis, sesama manusia, dan kebudayaan alam sekitar. Karena kaidah itu melandasi kegiatan hidup kelompok manusia, maka dapat dikatakan nilai sosial merupakan petunjuk umum ke arah kehidupan bersama dalam masyarakat (Suparlan, 1983:142). Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa nilai sosial merupakan pedoman umum dalam bermasyarakat.Dalam sastra sering terdapat nilai-nilai sosial, yang disebut aspek sosiologis sastra. Termuatnya nilai sosial dalam sastra merupakan akibat logis dari kenyataan bahwa sastra ditulis oleh sastrawan yang hidup di tengah masyarakat dan sangat peka dengan masalah sosial. Sastrawan individu tetapi bisa mewakili masyarakatnya.
            Untuk melihat nilai sosial yang ada dalam sastra kita bisa melacaknya melalui kristal-kristal nilai yang berupa: tradisi, konvensi dan norma masyarakat yang ada dalam sastra. Seperti dikatakan oleh Wellek dan Warren (1989:109) bahwa sastra sebagai institusi sosial yang memakai medium bahasa, dalam menyampaikan pesan disalurkan dalam bentuk simbolisme yang berupa konvensi dan norma sosial. Biasanya simbolisme itu berkaitan dengan situasi sosial tertentu, politik, ekonomi dan sebagainya.
            Dalam sastra Indonesia nilai-nilai sosial dapat ditemukan, baik dalam sastra daerah maupun sastra Indonesia modern. Dalam konteks sastra daerah Sulawesi Selatan, Sikki dkk. (1991) menemukan bahwa dalam sastra ditemukan nilai sosial seperti: kegotong-royongan, persatuan, kemanusiaan, kesetiaan dan tanggung jawab. Nilai sosial juga ditemukan oleh Suwondo dkk. (1994) dalam konteks sastra Jawa. Suwondo dkk. menemukan bahwa dalam sastra Jawa terdapat nilai sosial seperti: bakti kepada orang lain, rukun, musyawarah, kegotongroyongan, dan sebagainya. Sedangkan Djamaris dkk. (1993) menemukan bahwa dalam khasanah sastra Sumatra terdapat nilai sosial seperti: kasih sayang, kepatuhan, kesetiaan, kerukunan, keramahan dan lain sebagainya.
            Dalam khasanah sastra Indonesia modern nilai-nilai sosial dapat ditemukan. Sumardjo (1984) mengungkapkan bahwa dalam sastra Indonesia (khususnya novel) dari periode Balai Pustaka sampai periode tujuh puluhan banyak mengungkap nilai-nilai sosial Indonesia, terutama kelas sosial menengah ke bawah. Masalah sosial yang ada menyangkut masalah ketentraman, keadilan dan kebersamaan hidup, tingkat keluarga dan masyarakat (negara). Penggambaran masalah di atas, dalam cerita berupa konflik sosial, konflik politik. Dari konflik-konflik yang ada dapat dipahami bahwa sumbernya adalah dari adanya benturan antara nilai-nilai sosial yang sudah mapan dengan nilai baru, yang tidak selaras atau berjalan secara berdampingan. Konflik sosial yang ada dalam sastra itu walaupun tidak memberi tahu secara langsung bahwa ada nilai sosial, tetapi secara implikasional mengisyaratkan bahwa ada nilai sosial yang dipegang oleh masyarakat sebagai pedoman hidup, pedoman untuk melakukan dan menilai tindakan hidup sosial. Sukatman (1992) mengungkapkan bahwa dalam folklor Indonesia (khususnya peribahasa) banyak ditemukan nilai-nilai sosial seperti kebaktian antar manusia, kebersatuan hidup, dan adil terhadap orang lain. Dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (2007) banyak memuat nilai-nilai sosial seperti, tolong-menolong, kebersatuan hidup, saling menghargai antar sesama, toleransi silaturrahmi, dan lain sebagainya.
C. Nilai Kepribadian dalam Sastra
            Nilai kepribadian adalah nilai yang mendasari dan menjadi panduan hidup pribadi setiap manusia. Nilai itu merupakan arah dan aturan yang perlu dilakukan sebagai hidup pribadi manusia (Simorangkir, 1987:14). Nilai kepribadian ini digunakan individu untuk menentukan sikap dalam mengambil keputusan dalam menjalankan kehidupan pribadi manusia itu sendiri. Lebih dari itu, nilai kepribadian juga digunakan untuk menginterpretasikan hidup ini oleh dan untuk pribadi masing-masing manusia (Jarolimek dalam Sukatman, 1992:34). Nilai kehidupan pribadi (nilai kepribadian) diperlukan oleh setiap individu. Nilai itu digunakan untuk melangsungkan hidup pribadinya, untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup yang merupakan prinsip pemandu dalam mengambil kebijakan hidup (Amir dalam Sukatman, 1992:34). Perlunya nilai kepribadian bagi kehidupan individu itu didasarkan pada kenyataan bahwa dalam melangsungkan hidup, manusia memerlukan hal yang bersifat jasmaniah dan rohaniah dengan cara dan tujuan yang benar.
Di dalam sastra terdapat nilai-nilai kehidupan yang beragam. Unger misalnya, menyatakan bahwa di dalam sastra termuat nilai-nilai, yang di antaranya adalah masalah hidup manusia (Wellek dan Werren, 1989:141-142). Hal demikian bisa dilihat dalam sastra rakyat atau folklor lisan, seperti teka-teki, cerita rakyat dan bentuk-bentuk humor, biasa terdapat norma-norma hidup. Danandjaja  (2002) telah banyak meneliti folklor lisan Indonesia. Dari penelitian tersebut dapat dipahami bahwa dalam nilai kehidupan bangsa Indonesia, termasuk nilai kepribadian, banyak ditemukan di dalam folklor.

Kesimpulan
    Seperti yang kita telah pelajari bersama diatas bahwasanya bahasa indonesya adalah bahasa yang sangat kaya akan ragam unsur dan budaya yang terkandung didalamnya.bahasa indonesi aadalah bahasa serapan dari bahasa melayu. Bahasa indonesia adalah bahasa pancasilal yang harus senantiasa kita jaga.
Daftar Pustaka
Halim,  Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Indonesia.  Jakarta: Pusat Pembinaan  
 dan Pengembangan Bahasa.
Santosa, Puji. 2016. Mahir Berbahasa Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
















































































Komentar

Postingan populer dari blog ini

FUNGSI DAN PERAN BAHASA SEBAGAI PENGANTAR DALAM PENDIDIKAN

international relation

ringkasan kontes konteks komunikasi